by
Ali Shariati
Sebelum berangkat haji,
kita harus ''menggugat'' dulu niat, perangkat dan perilaku jiwa kita.
Sudah benarkah niat kita? Halalkah uang yang kita gunakan untuk
membiayai keberangkatan kita? Jiwa mana yang kita bawa? Jiwa yang hendak
bertekuk lutut dan mengakui kehinaan di hadapan Tuhan, ataukah jiwa
yang hendak 'memperalat' Tuhan demi status baru sebagai manusia yang
gila hormat dan sanjungan? Ataukah sekadar memperpanjang gelar yang kita
sandang? Selami jiwa kita dan bunuhlah tikus-tikus busuk yang ada di
dalamnya. Dan, selami pula hakikat haji untuk kemudian kita biarkan
keagungannya bersemayam dalam jiwa kita, dan memancar jauh ke dalam
relung kehidupan sebagaimana dulu Ibrahim as, ''Singa Padang Tauhid''.
Dr. Ali Syariati, melalui ketajaman analisisnya, mengajak kita untuk menyelami makna haji. Menggiring kita ke dalam lorong-lorong haji yang penuh makna, bukan yang hampa tak bermakna. Diajaknya kita untuk memahami haji sebagai langkah maju ''pembebasan diri'', bebas dari penghambaan kepada tuhan-tuhan palsu menuju penghambaan kepada Tuhan Yang Sejati. Melalui uraiannya yang khas dan membangkitkan semangat, kita diberitahu siapa saja kepalsuan yang ternyata menjadi sahabat, kekasih dan pembela kita, yang harus kita waspadai dan kita bongkar topeng-topeng kemunafikannya.
Penulis buku ini hendak menunjukkan kepada kita bahwa haji bukanlah sekadar prosesi lahiriah formal belaka, melainkan sebuah momen revolusi lahir dan batin untuk mencapai kesejatian diri sebagai manusia. Dengan kata lain, orang yang sudah berhaji haruslah menjadi manusia yang ''tampil beda'' (lebih lurus hidupnya) dibanding sebelumnya. Dan ini adalah kemestian. Kalau tidak, sesungguhnya kita hanyalah wisatawan yang berlibur ke tanah suci di musim haji. Tidak lebih!
Ali Syariati lahir pada 24 November
1933. Ia meraih gelar doctornya di bidang sastra pada 1963 dari
Universitas Sorbonne, Perancis. Selama hidupnya, ia mengabdikan dirinya
untuk membangunkan masyarakat Islam dari belenggu kezaliman. Ia syahid
di London, Inggris, pada 19 Juni 1977.
Syari'ati dilahirkan pada 1933 di Mazinan, sebuah suburban dari Sabzevar, Iran.Ayahnya seorang pembicara nasionalis progresif yang kelak ikut serta dalam gerakan-gerakan politik anaknya.
Ketika belajar di Sekolah Pendidikan Keguruan, Syari'ati berkenalan
dengan orang-oarng muda yang berasal dari golongan ekonomi yang lebih
lemah, dan untuk pertama kalinya ia melihat kemiskinan dan kehidupan
yang berat yang ada di Iran pada masa itu. Pada saat yang sama ia pun
berkenalan dengan banyak aspek dari pemikiran filsafat dan politik
Barat, seperti yang tampak dari tulisan-tulisannya.Ia berusaha menjelaskan adn memberikan solusi bagi masalah-masalah yang
dihadapi masyarakat-masyarakat Muslim melalui prinsip-prinsip Islam
yang tradisional, yang terjalin dan dipahami dari sudut pandang
sosiologi dan filsafat modern. Syari'ati juga sangat dipengaruhi oleh
Moulana Rumi dan Muhammad Iqbal
Ia mendapatkan gelar kesarjanaannya dari Universitas Mashhad, kemudian ia melanjutkan studi pasca-sarjananya di Universitas Paris. Di sana ia memperoleh gelar doktor dalam filsafat dan sosiologi
pada 1964. Lalu ia kembali ke Iran dan langsung ditangkap dan
dipenjarakan oleh penguasa Kekaisaran Iran yang menuduhnya terlibat
dalam kegiatan-kegiatan subversif politik ketika masih di Perancis. Ia akhirnya dilepaskan pada 1965,
lalu mulai mengajar di Universitas Mashhad. Kuliah-kuliahnya jadi
populer di antara mahasiswa dari semua kelas sosial, dan hal ini kembali
mengundang tindakan oleh penguasa Kekaisaran yang memaksa Universitas
untuk melarangnya mengajar.
Syari'ati lalu pergi ke Tehran dan mulai mengajar di Institut Hosseiniye Ershad.
Kuliah-kuliahnya kembali sangat populer di antara
mahasiswa-mahasiswanya dan akibatnya berita menyebar dari mulut ke mulut
hingga ke semua sektor ekonomi masyarakat, termasuk kelas menengah dan
atas yang mulai tertarik akan ajaran-ajaran Shariati.
Pihak Kekaisaran kembali menaruh perhatian khusus terhadap
keberhasilan Syari'ati yang berlanjut, dan polisi segera menahannya
bersama banyak mahasiswanya. Tekanan yang luas dari penduduk Iran dan
seruan internasional akhirnya mengakhiri masa penjaranya selama 18
bulan. Ia dilepaskan oleh pemerintah pada 20 Maret 1975
dengan syarat-syarat khusus yang menyatakan bahwa ia tidak boleh
mengajar, menerbitkan, atau mengadakan pertemuan-pertemuan, baik secara
umum maupun secara pribadi. Aparat keamanan negara, SAVAK, juga mengamati setiap gerakannya dengan cermat.
Syari'ati menolak syarat-syarat ini dan memutuskan meninggalkan negaranya dan pergi ke Inggris.
Tiga minggu kemudian, pada 19 Juni 1977, ia dibunuh. Muncul spekulasi
bahwa ia dibunuh entah oleh agen-agen SAVAK atau oleh para pendukung Ayatollah Khomeini
yang terlalu fanatik, yang terkenal sebagai penentang keras sikap
Shariati yang revolusioner, yang anti-klerus dan mendukung nilai-nilai egalitarian.
Syari'ati dianggap sebagai salah satu pemimpin filosofis paling
berpengaruh dari Iran di masa pra-revolusi. Pengaruh dan popularitas
pemikirannya terus dirasakan di seluruh masyarakat Iran bertahun-tahun
kemudian, khususnya di antara mereka yang menentang rezim Republik Islam.
(Sumber Wikipedia)
Posting Komentar