فَإِنَّ عُمْرَةً فِيهِ تَعْدِلُ حَجَّةً
“Umrah di bulan Ramadhan pahalanya seperti ibadah haji”dalam riwayat lain disebutkan,
حَجَّةً مَعِي
“(pahalanya seperti) haji bersamaku”Maka keutamaan Umrah di bulan Ramadhan terlihat jelas dari perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu ketika beliau mengatakan, “pahalanya seperti haji”. Berdasarkan hadits tersebut para ulama berkesimpulan bahwa pahala umrah Ramadhan sama seperti haji, bagi semua yang berumrah di bulan Ramadhan.
Namun sebagian ulama berpendapat bahwa hadits ini khusus untuk wanita yang menjadi sebab datangnya hadits ini. Ketika Rasulullah bertanya kepadanya, “Kenapa engkau tak berhaji bersamaku?” yang kemudian dijawab karena kurangnya fasilitas, sehingga suaminya bisa berhaji bersama Rasulullah, sedangkan wanita ini tetap tinggal di rumahnya untuk mengurusi urusan rumah tangganya.
Maka kemudian Rasulullah berkata kepadanya, “Apabila nanti datang bulan Ramadhan, maka berumrahlah, karena umrah di bulan Ramadhan pahalanya sama seperti ibadah haji”.
Sebagian ulama berpendapat bahwa keutamaan ini khusus untuk wanita ini saja. Di antaranya perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dapat dipahami dari perkataan beliau bahwa ini hanya khusus untuk wanita ini. Akan tetapi pendapat sebagian besar para ulama dan para ahli hadits bahwa keutamaan itu bukan hanya khusus untuk wanita tersebut akan tetapi untuk semua orang yang berumrah pada bulan Ramadhan.
Oleh karenanya Imam Bukhari menempatkan hadits ini pada ‘Bab: Umrah Di Bulan Ramadhan‘. Adapun Imam Muslim menempatkannya pada ‘Bab: Keutamaan Umrah Di Bulan Ramadhan’. Penempatan bab yang diberikan oleh Imam Bukhari menunjukkan penjelasan beliau mengenai hal itu, demikian juga penempatan bab oleh Imam Muslim. Sehingga, para ulama dari kalangan ahli hadits dan ahli fikih secara umum menyebutkan bahwa keutamaan umrah di bulan Ramadhan ini berlaku untuk semua yang berumrah, bukan hanya khusus untuk wanita yang disebutkan dalam hadits.
Ini yang terkait dengan umrah di bulan Ramadhan dan keutamaannya. Pertama, apakah ada keutamannya? Ya, pahalanya seperti ibadah haji. Kedua apakah itu umum atau khusus untuk orang tertentu? Maka itu umum untuk semua yang berumrah, dalilnya adalah keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa umrah di bulan Ramadhan pahalanya sama seperti ibadah haji.
Adapun perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah dalam rangka menjelaskan kesalahan sebagian orang yang umrah berulang-ulang, masuk Mekkah kemudian keluar lagi kemudian masuk lagi dan seterusnya, sehingga umrah-umrah berulang tidak termasuk dalam sabda Nabi “pahalanya sama seperti ibadah haji”.
Kemudian yang perlu diperhatikan juga adalah bahwa perkara ini adalah masalah pahalanya. Kalau ada yang bertanya, “bagaimana mungkin sama seperti haji? Padahal amalan yang dilakukan saat haji lebih banyak?”. Maka ini sebagaimana sabda Rasul tentang surat Al Ikhlas yang sekali membacanya sebanding dengan 1/3 al Quran, padahal hanya 4 ayat saja. Maka yang disamakan adalah pahalanya, walaupun pada ibadah haji lebih banyak aktivitasnya dan kesulitannya.
Adapun yang terkait dengan mana yang lebih utama umrah di bulan ramadhan atau umrah di bulan Dzulqa’dah. Maka yang perlu diketahui adalah tidak ada satupun penjelasan dari Nabi yang menjelaskan keutamaan umrah di bulan Dzulqa’dah . Akan tetapi yang ada adalah sebuah fakta bahwa umrah yang Nabi lakukan selalu dilaksanakan di bulan Dzulqa’dah. Oleh karena itu, ketika Allah selalu memilihkan bulan Dzulqa’dah sebagai waktu umrah Nabi, terjadi perselisihan antara para ulama mana yang lebih utama, umrah di bulan Ramadhan atau di bulan Dzulqa’dah. Karena Nabi selalu melakukan umrah di bulan Dzulqa’dah.
Jumhur ulama berpendapat bahwa keutamaan umrah di bulan Ramadhan itu lebih kuat. Adapun Umrah di bulan Dzulqa’dah, tidak ada dalil yang menjelaskan keutamaannya kecuali keutamaan menyesuaikan diri dengan perbuatan Nabi. Umrah di bulan Ramadhan ada dalil yang menyebutkan keutamaannya, tidak seperti umrah di bulan Dzulqa’dah walaupun umrah di bulan Dzulqa’dah pun adalah sebuah ibadah yang utama. Sehinga umrah dibulan Ramadhan sesuai dengan sunnah yang Rasulullah ucapkan.
Keutamaan umrah di bulan Ramadhan adalah setara pahalanya dengan pahala ibadah haji, sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun Umrah di bulan Dzul Qo’dah keutamaannya adalah mencocoki apa yang dilakukan Nabi, karena Nabi setiap berumrah selalu dilakukan di bulan Ramadhan. Akan tetapi pendapat sebagian besar ulama Fikih maupun Hadits adalah bahwa umrah di bulan Ramadhan itu lebih utama.
Satu hal yang perlu diperhatikan juga, yang mengherankan adalah apa yang dilakukan sebagian orang setelah dia mendengar pendapat salah seorang alim atau guru atau Syaikh, kemudian jika dikatakan kepadanya bahwa masalah ini ada beberapa pendapat, maka dia katakan, “Si Fulan yang berpendapat berbeda itu, begini dan begitu”. Wahai saudaraku, perkaranya luas dan bukan sebagai sarana untuk mentahdzir orang dalam masalah ini. Ibnul Qayyim rahimahullah ketika menyebutkan masalah ini, beliau mengatakan bahwa ini adalah pilihan, siapa yang memiliki ilmu yang lebih dalam tentang masalah ini, maka hendaknya dia memberi faidah kepada kami. Lihat bagaimana ulama bersikap dalam masalah khilaf seperti ini. Jangan engkau jadikan pendapat seorang Syaikh atau seorang Alim dalam masalah yang diperselisihkan seperti ini, menjadi pemisah dan pemecah belah antara manusia. Ini adalah masalah pilihan, kalau pendapat yang engkau ambil itu adalah pendapat seorang Alim, maka di sana juga ada ulama lain yang berpendapat beda. Sehingga sepatutnya kita bersikap dalam masalah seperti ini dengan baik, lembut dan tenang. Jangan sampai seseorang ta’ashub dengan pendapat yang sudah jelas ada perselisihan yang kuat di antara ulama tentang hal itu.
Meraih Ampunan Allâh Al-Ghafûr
di Bulan Ramadhân
Di antara nama Allâh Ta'âla adalah al-Ghafûr (Yang Maha Pengampun), dan di antara sifat-sifat-Nya adalah maghfirah
(memberi ampunan). Sesungguhnya para hamba sangat membutuhkan ampunan
Allâh Ta'âla dari dosa-dosa mereka, dan mereka rentan terjerumus dalam
kubangan dosa.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
Seandainya kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allâh akan melenyapkan kalian,
dan Dia pasti akan mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa,
lalu mereka akan memohon ampun kepada Allâh,
lalu Dia akan mengampuni mereka.
(HR. Muslim, no. 2749)
dan Dia pasti akan mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa,
lalu mereka akan memohon ampun kepada Allâh,
lalu Dia akan mengampuni mereka.
(HR. Muslim, no. 2749)
Dosa telah ditakdirkan pada manusia dan pasti terjadi. Allâh Ta'âla telah mensyariatkan faktor-faktor penyebab dosanya, agar hatinya selalu bergantung kepada Rabbnya, selalu menganggap dirinya sarat dengan kekurangan, senantiasa berintrospeksi diri, jauh dari sifat ‘ujub (mengagumi diri sendiri), ghurûr (terperdaya dengan amalan pribadi) dan kesombongan.
Dosa-dosa banyak diampuni di bulan Ramadhân, karena bulan itu merupakan bulan rahmat, ampunan, pembebasan dari neraka, dan bulan untuk melakukan kebaikan. Bulan Ramadhân juga merupakan bulan kesabaran yang pahalanya adalah surga.
Allâh Ta'âla berfirman:
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala tanpa batas.
(Qs az-Zumar/39:10)
dicukupkan pahala tanpa batas.
(Qs az-Zumar/39:10)
Puasa adalah perisai dan penghalang dari dosa dan kemaksiatan serta pelindung dari neraka. Dalam hadits shahîh dijelaskan:
Sesungguhnya Nabi mengucapkan amîn sebanyak tiga kali tatkala Jibril berdoa.
Para Sahabat bertanya: “Wahai Rasûlullâh! Engkau telah mengucapkan amîn”.
Beliau menjawab: “Jibril telah mendatangiku, kemudian ia berkata:
“Celakalah orang yang menjumpai Ramadhân lalu tidak diampuni”.
Maka aku menjawab: “Amîn”.
Ketika aku menaiki tangga mimbar kedua maka ia berkata:
“Celakalah orang yang disebutkan namamu di hadapannya
lalu tidak mengucapkan salawat kepadamu”.
Maka aku menjawab: “Amîn”.
Ketika aku menaiki anak tangga mimbar ketiga, ia berkata:
“Celakalah orang yang kedua orang tuanya mencapai usia tua berada di sisinya,
lalu mereka tidak memasukkannya ke dalam surga”.
Maka aku jawab: “Amîn”.[1]
Para Sahabat bertanya: “Wahai Rasûlullâh! Engkau telah mengucapkan amîn”.
Beliau menjawab: “Jibril telah mendatangiku, kemudian ia berkata:
“Celakalah orang yang menjumpai Ramadhân lalu tidak diampuni”.
Maka aku menjawab: “Amîn”.
Ketika aku menaiki tangga mimbar kedua maka ia berkata:
“Celakalah orang yang disebutkan namamu di hadapannya
lalu tidak mengucapkan salawat kepadamu”.
Maka aku menjawab: “Amîn”.
Ketika aku menaiki anak tangga mimbar ketiga, ia berkata:
“Celakalah orang yang kedua orang tuanya mencapai usia tua berada di sisinya,
lalu mereka tidak memasukkannya ke dalam surga”.
Maka aku jawab: “Amîn”.[1]
Seorang Muslim yang berusaha mendapatkan ampunan dosa, akan berbahagia dengan adanya amalan-amalan shalih agar Allâh Ta'âla menghapuskan dosa dan perbuatan jeleknya, karena kebaikan bisa menghapus kejelekan. Sebab-sebab ampunan yang disyariatkan itu di antaranya:
1. TAUHID
Inilah sebab teragung. Siapa yang tidak
bertauhid, maka kehilangan ampunan dan siapa yang memilikinya maka telah
memiliki sebab ampunan yang paling agung.
Allâh Ta'âla berfirman:
Sesungguhnya Allâh tidak akan mengampuni dosa syirik,
dan mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu,
bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
(Qs an-Nisâ‘/4:48)
dan mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu,
bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
(Qs an-Nisâ‘/4:48)
Siapa saja yang membawa dosa sepenuh bumi bersama tauhid, maka Allâh Ta'âla akan memberikan ampunan sepenuh bumi kepadanya. Namun, hal ini berhubungan erat dengan kehendak Allâh Ta'âla. Apabila Dia Ta'ala berkehendak, akan mengampuni. Dan bisa saja, Dia Ta'ala berkehendak untuk menyiksanya. Siapa yang merealisasikan kalimatut tauhîd di hatinya, maka kalimatut tauhîd tersebut akan mengusir kecintaan dan pengagungan kepada selain Allâh Ta'âla dari hatinya. Ketika itulah dosa dan kesalahan dihapus secara keseluruhan, walaupun sebanyak buih di lautan.
‘Abdullâh bin ‘Amr radhiyallâhu'anhu meriwayatkan bahwa Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam pernah bersabda:
“Sesungguhnya Allâh akan menyendirikan seorang dari umatku
(untuk dihadapkan) di depan semua makhluk pada hari Kiamat.
Lalu Allâh menghamparkan sembilan puluh sembilan lembaran (catatan amal) miliknya.
Setiap lembaran seperti sejauh mata memandang.
Kemudian Allâh berfirman:
“Apakah kamu mengingkarinya? Apakah malaikat pencatat amalan menzhalimimu”.
Maka ia pun menjawab: “Tidak wahai Rabbku”.
Lalu Allâh berfirman lagi: “Apakah kamu memiliki udzur?”
Ia menjawab: “Tidak ada wahai Rabb”.
Lalu Allâh berfirman: “(Yang benar) ada, sesungguhnya kamu memiliki kebaikan di sisi Kami,
tidak ada kezhaliman atasmu pada hari ini”.
Lalu dikeluarkan satu kartu berisi syahadatain.
Kemudian Allâh berfirman: “Masukanlah dalam timbangan!”
Ia pun berkata: “Wahai Rabbku apa gunanya kartu ini dibandingkan lembaran-lembaran itu?”
Maka Allâh berfirman: “Sungguh kamu tidak akan dizhalimi”.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
“Selanjutnya lembaran-lembaran tersebut diletakkan dalam satu anak timbangan
dan kartu tersebut di anak timbangan yang lain.
Ternyata lembaran-lembaran terangkat tinggi dan kartu tersebut lebih berat.
Maka tidak ada satu pun yang lebih berat dari nama Allâh”.[2]
(untuk dihadapkan) di depan semua makhluk pada hari Kiamat.
Lalu Allâh menghamparkan sembilan puluh sembilan lembaran (catatan amal) miliknya.
Setiap lembaran seperti sejauh mata memandang.
Kemudian Allâh berfirman:
“Apakah kamu mengingkarinya? Apakah malaikat pencatat amalan menzhalimimu”.
Maka ia pun menjawab: “Tidak wahai Rabbku”.
Lalu Allâh berfirman lagi: “Apakah kamu memiliki udzur?”
Ia menjawab: “Tidak ada wahai Rabb”.
Lalu Allâh berfirman: “(Yang benar) ada, sesungguhnya kamu memiliki kebaikan di sisi Kami,
tidak ada kezhaliman atasmu pada hari ini”.
Lalu dikeluarkan satu kartu berisi syahadatain.
Kemudian Allâh berfirman: “Masukanlah dalam timbangan!”
Ia pun berkata: “Wahai Rabbku apa gunanya kartu ini dibandingkan lembaran-lembaran itu?”
Maka Allâh berfirman: “Sungguh kamu tidak akan dizhalimi”.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
“Selanjutnya lembaran-lembaran tersebut diletakkan dalam satu anak timbangan
dan kartu tersebut di anak timbangan yang lain.
Ternyata lembaran-lembaran terangkat tinggi dan kartu tersebut lebih berat.
Maka tidak ada satu pun yang lebih berat dari nama Allâh”.[2]
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam dalam hadits Qudsi menyatakan:
Allâh berfirman:
"Wahai anak keturunan Adam, seandainya kamu membawa dosa sepenuh bumi
kemudian kamu menjumpai-Ku
dalam keadaan tidak mempersekutukan sesuatu dengan-Ku (tidak berbuat syirik)
tentu saja Aku akan membawakan untukmu sepenuh bumi ampunan.
(HR Muslim)
"Wahai anak keturunan Adam, seandainya kamu membawa dosa sepenuh bumi
kemudian kamu menjumpai-Ku
dalam keadaan tidak mempersekutukan sesuatu dengan-Ku (tidak berbuat syirik)
tentu saja Aku akan membawakan untukmu sepenuh bumi ampunan.
(HR Muslim)
Ini adalah keutamaan dan kemurahan dari Allâh Ta'âla dengan pengampunan seluruh dosa yang ada pada lembaran-lembaran tersebut dengan kalimat tauhid. Karena kalimat tauhid adalah kalimat ikhlas yang menyelamatkan pemiliknya dari adzab. Allâh Ta'âla menganugerahinya surga dan menghapus dosa-dosa yang seandainya memenuhi bumi; namun hamba tersebut telah mewujudkan tauhid, maka Allâh Ta'âla menggantikannya dengan ampunan.
2. DOA DENGAN PENGHARAPAN
Allâh Ta'âla memerintahkan berdoa dan berjanji akan mengabulkannya.
Allâh Ta'âla berfirman:
Dan Rabbmu berfirman:
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”.
(Qs Ghâfir/ 40:60)
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”.
(Qs Ghâfir/ 40:60)
Doa adalah ibadah. Doa akan dikabulkan apabila memenuhi kesempurnaan syarat dan bersih dari penghalang-penghalang. Kadangkala, pengabulan itu tertunda, karena sebagian syarat tidak terpenuhi atau adanya sebagian penghalangnya.
Di antara syarat dan adab terkabulnya doa adalah
kekhusyukan hati, mengharapkan ijâbah dari Allâh Ta'âla ,
sungguh-sungguh dalam meminta, tidak menyatakan insya Allâh (Ya
Allâh Ta'âla, kabulkanlah permintaanku bila Engkau menghendakinya-red),
tidak tergesa-gesa mengharap pengabulan, memilih waktu-waktu dan
keadaan yang mulia, mengulang-ulang doa tiga kali dan memulainya dengan
pujian kepada Allâh Ta'âla dan shalawat, berusaha memilih makanan dan
minuman yang halal dan lain-lain. Di antara permohonan terpenting yang
dipanjatkan seorang hamba kepada Rabb-nya yaitu permohonan agar
dosa-dosanya diampuni atau pengaruh dari pengampunan dosa seperti
diselamatkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda
kepada seseorang yang berujar: “Saya tidak mengetahui do'amu dengan
perlahan yang juga dilakukan Mu’âdz.”
Permohonan kami di seputar itu. [3]
Maksudnya doa kami itu berkisar pada permohonan agar dimasukkan surga dan diselamatkan dari neraka.
Abu Muslim al-Khaulâni rahimahullâh mengatakan:
“Tidaklah datang kesempatan berdoa kepadaku,
kecuali saya jadikan doa itu permohonan agar dilindungi dari api neraka.”
kecuali saya jadikan doa itu permohonan agar dilindungi dari api neraka.”
3. ISTIGHFÂR (MEMOHON AMPUNAN)
Permohonan ampun ini merupakan pelindung dari adzab,
penjaga dari setan, penghalang dari dari kegelisahan, kefakiran dan
penderitaan, pengaman dari masa paceklik dan dosa; meskipun dosa-dosa
seseorang telah menggunung sampai menyentuh langit.
Dalam hadits Anas bin Malik radhiyallâhu'anhu, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda bahwa Allâh Ta'âla berfirman :
“Wahai bani Adam,
sesungguhnya selama engkau masih berdoa dan berharap kepada-Ku,
maka Aku akan mengampunimu semua dosa yang ada padamu
dan Aku tidak akan peduli;
Wahai bani Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai langit,
kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku,
Aku akan mengampunimu dan Aku tidak peduli;
Wahai bani Adam,
seandainya engkau datang kepada-Ku
dengan membawa kesalahan seukuran bumi
kemudian engkau datang menjumpai-Ku
dalam keadaan tidak berbuat syirik
atau menyekutukanKu dengan apapun juga,
maka sungguh Aku akan datang kepadamu
dengan membawa ampunan seukuran bumi juga.
(HR. at-Tirmidzi)
sesungguhnya selama engkau masih berdoa dan berharap kepada-Ku,
maka Aku akan mengampunimu semua dosa yang ada padamu
dan Aku tidak akan peduli;
Wahai bani Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai langit,
kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku,
Aku akan mengampunimu dan Aku tidak peduli;
Wahai bani Adam,
seandainya engkau datang kepada-Ku
dengan membawa kesalahan seukuran bumi
kemudian engkau datang menjumpai-Ku
dalam keadaan tidak berbuat syirik
atau menyekutukanKu dengan apapun juga,
maka sungguh Aku akan datang kepadamu
dengan membawa ampunan seukuran bumi juga.
(HR. at-Tirmidzi)
Membaca istighfâr adalah penutup terbaik bagi berbagai amalan, umur, serta penutup majelis.
4. | BERPUASA DI SIANG HARI DAN SHALAT MALAM KARENA IMAN, MENGHARAPKAN BALASAN PAHALA DARI ALLAH TA'ALA, IKHLAS SERTA DALAM RANGKA TAAT KEPADA ALLAH TA'ALA |
Dia berpuasa bukan dengan niat mengikuti orang
banyak, juga tidak untuk mendapatkan sanjungan orang, tidak untuk
melestarikan adat atau supaya sehat; juga tidak berniat pamer serta
tidak untuk mensukseskan urusan duaniawi. Dia juga tidak berniat untuk
mendoakan keburukan yang tidak pantas buat seorang Muslim. Dia
melaksanakan ibadah puasa terdorong oleh niat beriman kepada Allâh
Ta'âla, merealisasikan ketaatan kepada-Nya dan mengharapkan pahala dari
Allâh Ta'âla.
Dalam sebuah hadits dinyatakan :
Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan ingin mendapatkan pahala,
maka diampuni semua dosanya yang telah lewat.
(al-Bukhâri dan Muslim)
maka diampuni semua dosanya yang telah lewat.
(al-Bukhâri dan Muslim)
Alangkah luar biasanya seorang yang melaksanakan
ibadah puasa lalu keluar dari ibadahnya dalam keadaan sebagaimana ketika
dilahirkan oleh ibundanya, yaitu tidak menanggung dosa dan berhati
suci.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya Allâh mewajibkan puasa Ramadhân
dan saya menyunnahkan bagi kalian shalat malamnya.
Maka barangsiapa melaksanakan ibadah puasa
dan shalat malamnya karena iman dan karena ingin mendapatkan pahala,
niscaya dia keluar dari dosa-dosanya
sebagaimana saat dia dilahirkan oleh ibundanya."[4]
dan saya menyunnahkan bagi kalian shalat malamnya.
Maka barangsiapa melaksanakan ibadah puasa
dan shalat malamnya karena iman dan karena ingin mendapatkan pahala,
niscaya dia keluar dari dosa-dosanya
sebagaimana saat dia dilahirkan oleh ibundanya."[4]
Dengan melaksanakan semua ini berarti seorang Muslim
telah menjaga waktu siangnya dengan puasa, memelihara waktu malamnya
dengan shalat tarawih serta berusaha mendapatkan ridha Allâh Ta'âla.
5. |
MELAKSANAKAN SHALAT MALAM PADA LAILATUL QADAR KARENA IMAN DAN INGIN MENDAPATKAN PAHALA
|
Lailatul Qadar adalah suatu malam yang Allâh
Ta'âla muliakan, melebihi semua malam lainnya, suatu malam saat Allâh
Ta'âla menurunkan kitab-Nya. Allâh Ta'âla berfirman :
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur‘ân) pada malam kemuliaan.
(Qs al-Qadr/97:1)
(Qs al-Qadr/97:1)
Allâh Ta'âla menjadikan Lailatul Qadar ini lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam ini para malaikat turun dan menjadikannya malam keselamatan dari segala keburukan dan dosa. Allâh Ta'âla mengkhususkan satu surat dalam al-Qur’ân yang membicarakan tentang malam ini. Orang yang terhalang dari berbagai kebaikan pada malam ini berarti dia terhalang dari semua kebaikan.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam pernah mencari Lailatul Qadar ini pada seluruh hari pada bulan Ramadhân, karena Beliau Shallallâhu 'Alaihi Wasallam pernah
beri’tikaf pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhân, kemudian sepuluh
hari kedua dan sepuluh hari terakhir. Orang yang ingin mendapatkan
keberuntungan, maka dia akan antusias untuk melaksanakan shalat malam
pada malam yang lebih baik dari delapan puluh tiga tahun dan empat bulan
tersebut.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
Barangsiapa melaksanakan shalat malam pada bulan Ramadhân
karena iman dan ingin mendapatkan pahala,
maka dia diampuni semua dosanya yang telah lewat.
(al-Bukhâri dan Muslim)
karena iman dan ingin mendapatkan pahala,
maka dia diampuni semua dosanya yang telah lewat.
(al-Bukhâri dan Muslim)
Untuk mendapatkan ampunan di malam itu, tidak disyaratkan untuk menyaksikannya secara langsung. Namun syaratnya adalah orang melakukan qiyamul lail sebagaimana tertuang dalam hadits tersebut.
6. BERSEDEKAH
Bersedekah termasuk salah satu qurbah (ibadah yang
mendekatkan diri) yang agung di hadapan Allâh Ta'âla. Dengannya, seorang
hamba memperoleh kebaikan, sesuai dengan firman Allâh Ta'âla:
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai.
Dan apa saja yang kamu nafkahkan. sesungguhnya Allâh mengetahuinya.
(Qs Ali Imrân/3:92)
sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai.
Dan apa saja yang kamu nafkahkan. sesungguhnya Allâh mengetahuinya.
(Qs Ali Imrân/3:92)
Dalam hadits Mu’âdz radhiyallâhu'anhu, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
“Maukah aku tunjukkan kepadamu pintu-pintu kebaikan?
Puasa adalah perisai.
Bersedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api.
Dan shalat seseorang di kegelapan malam …”
(at-Tirmidzi no: 2541)
Puasa adalah perisai.
Bersedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api.
Dan shalat seseorang di kegelapan malam …”
(at-Tirmidzi no: 2541)
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam
orang yang sangat dermawan. Dan Beliau lebih dermawan lagi di bulan
Ramadhân saat beliau berjumpa dengan malaikat Jibril. Saat itu beliau
lebih berbaik hati daripada angin yang bertiup sepoi-sepoi. Di antara
bentuk sedekah terbaik adalah memberi makan orang yang puasa (ifthârus shâim). Disebutkan dalam hadits:
“Barang siapa memberi buka puasa bagi orang yang puasa
maka ia memperoleh pahala sepertinya, tanpa mengurangi pahala orang itu sedikit pun.”
(HR. at-Tirmidzi dan dishahîhkan oleh al-Albâni)
maka ia memperoleh pahala sepertinya, tanpa mengurangi pahala orang itu sedikit pun.”
(HR. at-Tirmidzi dan dishahîhkan oleh al-Albâni)
Pahala orang yang bersedekah dilipat-gandakan sampai
tujuh ratus lipat dan kelipatan yang lebih banyak lagi. Di bulan
Ramadhân, penggandaan pahala itu semakin besar. Di antara pemandangan
yang sangat menarik, antusiasme orang di Masjidil Haram dan Masjid
Nabawi dan masjid-masjid lainnya untuk memberi buka puasa bagi kaum
Muslimin di bulan Ramadhân.
7. MELAKUKAN UMRAH
Ibadah umrah termasuk faktor yang menggugurkan dosa-dosa.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
“Ibadah umrah ke ibadah umrah (berikutnya) adalah penggugur dosa antara keduanya.
Dan pahala haji mabrur tiada lain adalah surga”
(al-Bukhâri no: 1650)
Dan pahala haji mabrur tiada lain adalah surga”
(al-Bukhâri no: 1650)
Umrah di bulan Ramadhân pahalanya lebih besar daripada di bulan-bulan lainnya. Dari Ibnu Abbâs radhiyallâhu'anhu, Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam sehabis pulang dari haji Wada’ berkata kepada seorang wanita dari Anshar bernama Ummu Sinân :
“Apa yang menghalangimu untuk berhaji (denganku).”
Ia menjawab: “Abu Fulan (suaminya) memiliki dua onta.
Salah satu dipakainya untuk berhaji dan yang lain untuk mengairi persawahan.”
Maka Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda kepadanya:
Ia menjawab: “Abu Fulan (suaminya) memiliki dua onta.
Salah satu dipakainya untuk berhaji dan yang lain untuk mengairi persawahan.”
Maka Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda kepadanya:
“Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhân dapat mengganti haji bersamaku.”
(HR Bukhâri no 1863; Muslim no 3028)
(HR Bukhâri no 1863; Muslim no 3028)
Betapa besar keberuntungan orang yang umrah di bulan
Ramadhân. Ia bagaikan berhaji bersama Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi
wasallam , seperti orang yang menyertai Beliau dalam ihram, sa'i dan
thawaf dan seluruh manasik haji Beliau.
8. MENYEMPURNAKAN PUASA SEBULAN PENUH
Ada sekian banyak orang yang akan bebas dari api
neraka di bulan Ramadhân, dan itu terjadi di setiap malam. Allâh Ta'âla
menyempurnakan pahala orang-orang yang sabar tanpa perhitungan khusus.
Ada Ulama yang mengatakan:
Barang siapa berpuasa sebulan penuh dan meraih pahala sempurna,
dan berjumpa dengan malam lailatul qadar,
sungguh ia telah menggapai hadiah dari Allâh.
dan berjumpa dengan malam lailatul qadar,
sungguh ia telah menggapai hadiah dari Allâh.
Semoga Allâh Ta'âla mengampuni dosa-dosa kita sekalian dan menutupi kekurangan-kekurangan kita dan memudahkan segala urusan kita.
(Diambil dari kitab Tadzkîrul Anâm Bidurûs ash-Shiyâm, karya Syaikh Sa‘d bin Sa‘îd al-Hajri, Dâr Ibnul Jauzi hlm 265-272.)
JADWAL UMRAH DI BULAN RAMADHAN 1435 H / 2014
BERSAMA PT ARMINAREKA PERDANA
PENYELENGGARA PERJALANAN IBADAH UMRAH & HAJI PLUS
UMROH AWAL& TENGAH RAMADHAN (9 hari)
Sekamar 4 pax - USD 2550, 3 pax - USD 2600, 2 pax - USD 2650
Tgl 1,3,4,5,6,7,12,13,14 Juli
Tgl 1,3,4,5,6,7,12,13,14 Juli
UMROH LAILATUL QADR (15 hari)
Sekamar 4 pax - USD 3850, 3 pax- USD 4100, 2 pax- USD 4350
Tgl 16,17 Juli
Tgl 16,17 Juli
UMROH FULL RAMADHAN (30 hari)
Sekamar 4 pax - USD 4200, 3 pax - USD 4700 , 2 pax - USD 5200
Hotel : Mekah :Mira AjyadDar El Eiman GrandAl MuhajirinDar Al Eiman Al khalilDar Al Eiman AjyadAl MassaMadinah :Madinah MubarokDallah taibahFayruz ZattaMubarak Masyi.
INFORMASI & PENDAFTARAN :
ANTO WP
081220472006 - 08122196501
PIN BB : 28BC9D5A
Posting Komentar